Pages

Selasa, 29 Juli 2014

The Letter which Never Sent


Assalamualaikum

Untuk kak hafis yang jauh di seberang.
Maaf, aku sengaja hilang dari radar. Aku tak ingin kau tau keadaanku yang sebenarnya. Yang pasti aku baik-baik saja meskipun tak sepenuhnya normal. Maaf membuatmu kesal karena tidak membalas pesanmu. Yang bisa ku kabarkan padamu adalah, aku sedang menyerahkan diriku pada yang Maha Kuasa untuk melebur semua ego dan impian-impian tinggiku. Aku merasa malu jika mengabarkan ini, meskipun sebenarnya aku ingin sekali kamu ada dihadapanku seperti waktu itu. Semangatku yang dulu kau kenal kini tidak sepenuhnya utuh. Dan aku butuh seseorang untuk meyakinkanku lagi. Aku mati langkah, sedang keluargaku kecewa dan meyerahkan semua keputusan padaku. Aku mati rasa, karena telah menganggap semuanya akan bisa tercapai sedang hatiku sulit menerima resikonya. Kukira perjalananku akan berjalan dengan mudah, tapi diawal saja aku sudah mendapat teguran. Kenapa rasanya sulit sekali melewatinya. Kenapa tidak mudah sepertimu, semua rencanaku seperti salah langkah. Melebihi apa yang menjadi kodaratku. Hampir semua orang mencari tau kepastiannku. Mereka selalu bertanya apa yang akan aku lakukan hari ini, esok atau lusa. Apa rencanamu? Aku bingung darimana aku punya kekuatan untuk memulainya lagi. Setelah semua hasil membuatku seperti dihukum saja. Dimana aku bisa menumpahkan kebenaran yang aku rasakan saat ini. Sedang dihadapan orang-orang pun aku berusaha untuk meyakinkan bahwa aku baik-baik saja. Sungguh, aku ingin sekali seseorang memainkan perannya untuk membagunkan aku. Aku butuh sesuatu yang bisa bicara, yang dapat menenangkan dan perlahan mengembalikan semua kepercayaan diriku.
Jika kamu di Lampung, temuilah aku segera. Sebab kalau semuanya sudah didapat kepastiannya, aku akan melancong jauh dan benar-benar hilang dari Radarmu.
Wasalamualaikum.



                Salam
                Yesi